Rabu, 02 Maret 2011

Kesemrawutan Kota Jakarta Karena Kesalahan Peruntukan Lahan

Kemacetan yang terjadi di Jakarta akhir-akhir ini terjadi karena kondisi kota Jakarta yang semakin padat dengan jumlah penduduk yang meningkat begitu pula dengan kebutuhan kendaraan transportasi yang meningkat serta kebutuhan sosial masyarakatnya. Hal ini menyebabkan pertambahan dan petumbuhan Jakarta sangat tidak berimbang. Dikarenakan pertambahan dan pertumbuhan penduduk Jakarta yang makin padat, maka petumbuhan kemacetan akan sejalan dengan perkembangan dan pertambahan penduduk serta aktifitasnya.



Jakarta merupakan ibukota yang memang sejak awal pertumbuhan kota serta perkembangan Indonesia menjadi titik pusat pemerintahan dan pusat kegiatan ekonomi, sosial dan politik.
Selain itu, masalahan peruntukan hunian juga menjadi sumber kemacetan di Jakarta. Banyak wilayah-wilayah di Jakarta yang peruntukannya bukan untuk area komersil dan usaha, namun pada kenyataannya disalahgunakan menjadi lokasi usaha, sehingga terjadi penyimpangan landuse. Penyimpangan akibat lahan hunian menjadi komersil inilah yang akhirnya menyebabkan kemacetan di Jakarta semakin padat. Area perumahan yang ada didaerah Kemang dan Bangka, Menteng, Pondok Indah, serta Kebayoran Baru kini terlihat beralih fungsi menjadi lokasi usaha seperti kafe, restoran, galeri, dsb.

KASUS:
Tahun 1950-an, Kemang hanyalah sebuah daerah pinggiran Jakarta. Sama seperti Ragunan, Cilandak, atau Fatmawati. Kemang merupakan daerah perkebunan. Di sepanjang jalan yang ada hanyalah perpohonan yang rindang. Satu pohon yang paling banyak dijumpai di daerah ini adalah pohon Kemang (Mangifera Kemang Caecea). Orang sering menyebutnya Camang atau Kemang hingga sekarang. Suasananya pun sangat alami dan asri. Jauh dari kesan ramai.



Bila dibandingkan dengan sejarahnya, Kemang yang sekarang telah mengalami "metamoforsis". Jalan yang membentang dari Kemang Raya sampai Bangka Raya yang panjangnya sekitar 3 km, kini banyak dipenuhi cafe, resto, dan rumah makan yang menyuguhkan musik yang hinggar-bingar hingga jazz, country, atau pop. Seringkali cafe menggelar berbagai acara denganmendatangkan beberapa artis pop. Kemang menjadi salah satu tujuan gaya hidup bagi warga Jakarta dengan suguhan galeri seni, toko buku, kios, restoran-restoran dan bar. (Sumber sejarah: http://baby-naked.blog.friendster.com)
Kini, di sepanjang Jalan Raya Kemang, kurangnya penertiban bangunan membuat banyak hunian pada area Kemang, Bangka, ini berubah fungsi menjadi komersil atau tempat usaha.
Meskipun daerah tersebut merupakan daerah hunian atau tempat tinggal, namun pemilik hunian sepertinya tidak menggubris aturan yang ada dan tetap mengalihfungsikan bangunannya menjadi tempat usaha. Tidak ada sanksi tegas terhadap pelanggaran ini, oleh karena itu sepanjang Jl. Kemang Raya, Kel. Bangka selalu menjadi pusat kemacetan karena pada umumnya lokasi usaha yang dibangun dia area hunian ini memiliki wilayah parkir yang tidak luas, sehingga banyak mobil pengunjung restoran, salon, butik, dll, yang lebih memilih memarkir mobilnya di bahu jalan, dan hal tersebut sangat menganggu pengguna jalan lainnya dan menyebabkan kemacetan berkepanjangan.
Padahal jika meninjau peraturan yang ada, apabila hunian yang berubah fungsi menjadi lokasi usaha tanpa ijin yang jelas dapat dikenakan sanksi atau disegel oleh pihak berwenang. Hal ini guna ketertiban lingkungan sekitar dan lalu lintas.

RESPON:
Lemahnya penertiban dan pengawasan dari pemerintah setempat dapat menjadi kendala, penyimpangan ini tidak akan terjadi jika fungsi pengawasan dan penertiban dijalankan dengan baik.



Contoh yang paling gamblang adalah kasus Kemang diatas, Kebayoran Baru, Menteng, dan Pondok Indah. Meskipun dari aspek tata ruang, terjadinya perubahan peruntukan hunian ke kegiatan komersial adalah menyimpang, tetapi dari aspek pengembangan usaha mungkin kegiatan tersebut seratus persen legal, karena memiliki izin usaha dari instansi terkait.
Oleh karena itu hal-hal yang harus dilakukan, antara lain tentu saja pengawasan oleh aparat perlu ditingkatkan. Penertiban harus dilakukan sedini mungkin dan jangan menunggu setelah perkembangan di lapangan terlanjur jauh. Disamping itu sudah waktunya masyarakat dilibatkan secara langsung dalam pengawasan, caranya adalah dengan mengumumkan secara luas kepada masyarakat perizinan yang telah diterbitkan, baik yang menyangkut rencana kota, IMB, izin usaha dsb. Dengan demikian masyarakat dapat mengetahui peruntukan untuk setiap lokasi yang dimohon dan kalau pelaksanaan pembangunannya menyimpang dapat melaporkannya kepada yang berwenang. Sanksi tidak hanya diberikan kepada masyarakat yang melanggar tetapi juga kepada aparat.
Seandainya jika dibongkar (dikembalikan ke peruntukan sebenarnya) harus mempertimbangkan kemungkinan gejolak sosial, ekonomi dan politik. Seperti kemungkinan bertambahnya pengangguran, penolakan dari banyaknya pemilik bangunan dan usaha, kerugian-kerugian usaha, dll. Tetapi kalau tidak dibongkar, akan ada banyak konsekuensi yang harus ditanggung Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kota.

KESIMPULAN:
Saya setuju kesemrawutan Jakarta karena kesalahan peruntukan lahan. Hal ini disebabkan oleh kurang teraturnya penataan tata ruang Jakarta sering kali menjadi penyebab berbagai masalah lain, di antaranya kemacetan dan polusi berlebihan. Peruntukan lahan yang pada awalnya telah diatur menurut peraturan daerah yang ditetapkan namun pada kenyataannya berbeda peruntukannya.



Hal inilah yang menyebabkan kesemrawutan yang sering terjadi di kota Jakarta. Sebagai contoh di kota Jakarta, perubahan peruntukan kawasan hunian menjadi kegiatan komersial seperti yang terjadi di Kemang, Menteng, Kebayoran Baru dan mulai merambah ke kawasan Pondok Indah, telah menimbulkan berbagai macam permasalahan antara lain kemacetan lalu lintas, kesemrawutan bangunan, pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan dan lain sebagainya. Lingkungan hunian yang semula asri menjadi semrawut, bising dan kumuh.
Kesalahan-kesalahan ini tidak sepenuhnya berada di tangan pemilik hunian atau lokasi usaha tersebut, namun dapat juga merupakan kesalahan pemerintah yang cenderung tidak tegas dalam memberikan sanksi kepada pemilik hunian dan usaha-usaha tersebut. Sehingga perlu adanya koreksi pada badan pemerintahan daerah yang terlalu lemah dalam menindak lanjuti masalah ini, sehingga terjadi akibat yang merugikan banyak pihak yaitu kemacetan.
Di saat ke depan tidak ada pilihan lain bahwa dalam proses peruntukan pada berbagai tingkatan harus melibatkan peran serta masyarakat secara aktif. Prosedur perizinan pun harus disederhanakan. Fungsi bangunan harus tetap menurut peruntukan yang sebenarnya dan harus ada pengawasan hukum yang tegas, agar tidak terjadi lagi penyimpangan-penyimpangan peruntukan lahan yang dapat menyebabkan kesemrawutan Jakarta, terkhusus Kemang yang merupakan area hunian elite, namun kini menjadi area komersil.

.